Iklan Kemhan yang menampilkan Prabowo di Harian Kompas memicu kontroversi, Bawaslu diminta menyelidiki

Prabowo Subianto
Keterangan gambar,Prabowo Subianto.

Petinggi Harian Kompas membuat klaim bahwa iklan itu tidak terkait pencalonan Prabowo dalam Pilpres 2024 karena “materinya berasal dari Kementerian Pertahanan”. Namun pakar pemilu menilai alasan itu justru problematik karena pencitraan capres selama Pilpres tidak semestinya dibiayai anggaran negara.

Bawaslu menyatakan akan mendalami persoalan ini.

Adapun Kementerian Pertahanan dan para pihak di sekitar pencalonan Prabowo belum memberikan tanggapan atas sejumlah pertanyaan yang diajukan BBC News Indonesia.

Kontroversi iklan Kemhan di Harian Kompas dipicu ketiadaan Peraturan KPU yang secara rinci melarang publikasi berkaitan capres atau cawapres berstatus pejabat negara, kata Titi Anggraini, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

  • capres-cawapres

Karena tidak ada regulasi yang rinci, menurut Titi, peserta Pilpres dan pihak-pihak yang berkaitan dengan mereka bisa secara leluasa memanfaatkan anggaran negara maupun jabatan publik untuk kepentingan elektoral.

“Iklan di Kompas menampilkan foto Prabowo yang sangat besar. Harusnya KPU mengatur, semua program lembaga pemerintahan yang diekspos ke publik tidak boleh menampilkan kontestan pemilu. Itu untuk menjaga kesetaraan dan keadilan kompetisi Pilpres,” kata Titi via telepon.

Titi berkata, UU 7/2017 tentang Pemilu sebenarnya memberikan pelarangan yang beririsan dengan persoalan ini. Namun, kata dia, KPU tidak merujuk pasal-pasal itu untuk membuat regulasi yang lebih detail untuk melarang publikasi lembaga negara yang menampilkan citra capres-cawapres.

Pasal 282 UU Pemilu menyatakan, “pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu selama masa kampanye”.

Adapun pasal lain yang dirujuk oleh Titi adalah Pasal 283 yang melarang pejabat publik “mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye”.

Pasal 283 menyatakan, kegiatan yang dilarang meliputi itu adalah pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat”.

Ketiadaan regulasi ini, menurut Titi, menjadi membuat pejabat publik yang menjadi perseta Pilpres bisa leluasa untuk berkampanye menggunakan anggaran negara https://gondrongjabrik.com/dan membuat klaim keberhasilan atas kinerjanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*