Kasus kematian Dante memicu kebencian warganet terhadap ibu korban – Apakah tuduhan itu beralasan secara hukum?

Ilustrasi kematian seorang anak di Prancis.

Polda Metro Jaya telah menahan satu orang tersangka kasus kematian bocah enam tahun bernama Raden Andante Khalif Pramudityo atau Dante.

Pelaku yang merupakan kekasih sang ibu, Yudha Arfandi, dijerat pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.

Tapi kasus ini memicu kebencian warganet di media sosial terhadap ibu korban dan menuduhnya ikut terlibat dalam kematian anaknya.

Apakah tuduhan itu beralasan secara hukum? Lalu seperti apa kronologinya dan apa motif pelaku?

Seperti apa kronologi kematian Dante?

Anak berusia enam tahun ini disebut meninggal akibat tenggelam di kolam renang Palem, Duren Sawit, Jakarta Timur.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ady Syam Idradi, mengatakan ada beberapa saksi yang melihat korban sedang latihan berenang.

Saksi tersebut, sambungnya, kemudian melihat Dante muntah-muntah. Ketika diangkat ke atas oleh terduga pelaku, korban sudah tidak sadarkan diri.

Sang anak langsung dilarikan ke Rumah Sakit Islam menggunakan kendaraan pribadi, namun saat tiba di rumah sakit, dia dinyatakan meninggal.

Polsek Duren Sawit lantas menggelar olah tempat kejadian perkara awal dan memeriksa beberapa saksi.

Pada Kamis (01/02), kasus kematian Dante dilimpahkan ke Subdit Jataras Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

Untuk mengungkap kematian Dante, tim Polda Metro Jaya melakukan ekshumasi pada jenazah korban yakni penangkatan jasad dari makam untuk mengetahui secara pasti penyebab kematiannya.

Ekshumasi dilakukan tim forensik RS Polri di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut.

“Dalam pemeriksaan ini [ekshumasi] hadir orang tua korban, yakni ayah kandung maupun ibu kandung korban. Termasuk tim penasihat hukum dari ibu kandungnya,” ujar Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Stya Triputra, Selasa (06/02) seperti dilansir Detik.com.

Dari proses ekshumasi, kata dia, ditemukan adanya bekas gigitan dan cubitan di tubuh Dante.

Setelah proses ekshumasi, jenazah Dante telah dikuburkan kembali.

Apa penyebab kematian Dante?

Kombes Ady Syam Idradi mengatakan hingga Selasa (06/02) polisi telah memeriksa 20 saksi. Mulai dari pihak keluarga, saksi yang berada di sekitar lokasi kejadian dan pengelola kolam renang.

Polisi juga melakukan uji laboratoris terhadap kamera pengawas atau CCTV di sekitar tempat kejadian perkara.

Potongan rekaman dari CCTV berdurasi hampir dua menit yang diduga dari area kolam renang tersebar di media sosial X.

Terlihat dari video itu bahwa Dante berenang bersama terduga pelaku yakni Yudha Arfandi dan anak perempuannya yang disebut seumuran dengan Dante.

Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Stya Triputra, mengatakan dari hasil analisis rekaman CCTV diketahui Dante dan Yudha beraktivitas di kolam renang selama 2 jam 1 menit.

Selama di kolam, kepala Dante dibenamkan ke dalam kolam sebanyak 12 kali.

Kepada polisi, Yudha berkata sengaja membenamkan kepala Dante ke dalam kolam sebagai latihan pernapasan agar tidak panik dan tidak takut air.

“Dalam rekaman tersebut mengungkap rangkaian kegiatan korban sehingga dari rangkuman tersebut penyidik menyimpulkan bahwa terdapat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka dan akhirnya sudah dilakukan penangkapan pada Jumat 9 Februari 2023,” ujar Wira.

Tersangka YA digiring masuk ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya terkait kasus kematian anak Tamara Tyasmara, Jumat (9/2/2024).

Tersangka YA digiring masuk ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya terkait kasus kematian anak Tamara Tyasmara, Jumat (9/2/2024).

Berdasarkan bukti digital berupa rekaman CCTV di kolam renang, pemeriksaan forensik jenazah korban, dan keterangan saksi, polisi menetapkan Yudha sebagai tersangka.

Ia dijerat Pasal 76c juncto pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Kemudian Pasal 340 KUHP dan atau Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 359 KUHP yang ancaman hukumannya paling lama 20 tahun atau penjara seumur hidup.

Apa motif pembunuhan Dante?

Meski tersangka Yudha sudah ditangkap pada Jumat (09/02) lalu, tapi motif pelaku menenggelamkan korban belum terungakp.

Kombes Ady Syam Idradi mengatakan pihaknya masih mendalami.

“Motif sedang didalami, karena pemeriksaan, setelah proses pemeriksaan kesehatan terhadap YA akan dialihkan pemeriksaan sebagai tersangka. Di situ akan dilakukan pendalaman terhadap motif,” ucapnya.

Ilustrasi pelecehan pada anak.

Namun demikian pakar psikologi forensik, Reza Indragiri, mengatakan dalam kasus pidana terutama pembunuhan maka kemungkinan motifnya ada dua: emosional dan instrumental.

Emosional artinya berkaitan dengan amarah, sakit hati, dendam, cemburu atau terkait perasaan-perasaan negatif.

Adapun instrumental tidak ada sangkut pautnya dengan suasana hati. Tapi ingin mendapatkan manfaat tertentu dari aksi kejahatan tersebut.

“Entah untuk mendapatkan popularitas atau mendapatkan harta, atau apapun yang sifatnya mendatangkan keuntungan bagi si pelaku,” ucap Reza kepada BBC News Indonesia.

“Jadi bisa salah satu atau kombinasi dari kedua motif tersebut.”

Karena itulah dia meminta kepolisian agar tidak percaya begitu saja pada klaim pelaku.

Sebab sering kali, jelasnya, orang-orang yang melakukan viktimisasi terhadap anak-anak sebetulnya tidak sungguh-sungguh membangun kepercayaan. Tetapi memiliki tipu muslihat atau kepentingan di balik itu.

“Jadi membangun relasi kepercayaan hanya sebuah cara untuk membuka akses pelaku agar bisa mendekati si calon korbannya -dalam hal ini anak- sekaligus membangun kepercayaan dari pihak yang semestinya melindungi si anak.”

Tak cuma itu saja, Reza juga berharap polisi menelisik apakah pelaku memiliki riwayat melakukan tindakan kriminalitas apapun jenisnya.

Itu untuk menakar seberapa jauh potensi bahaya orang tersebut memviktimisasi atau melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain termasuk anak-anak.

Sedangkan terkait tuduhan pasal pembunuhan berencana, Reza berkata polisi harus membuktikan empat unsur: target, insentif, risiko, dan sumber daya.

Kalau empat hal tersebut memang ada dalam pikiran si pelaku sebelum melancarkan aksinya maka patut dikenakan pasal pembunuhan berencana.

Tamara Tyasmara, ibu korban dihujat warganet

Di media sosial X dan Instagram ibu korban, Tamara Tyasmara -yang merupakan model dan aktris, muncul komentar-komentar yang cenderung menyalahkannya.

Seperti yang diungkapkan akun @DeilyUpdate, “Tamara Tyasmara juga terlibat sepertinya. Dari awal dia nutup-nutupin kasusnya.”

Komentar bernada negatif juga dicuit oleh akun @GabriliaMutiara lantaran ekspresi Tamara saat di acara pengajian kematian sang anak tak menunjukkan kesedihan.

Kemudian ada juga komentar yang menilai Tamara “melindungi kekasihnya Yudha” karena tidak langsung meminta diperlihatkan CCTV dan melaporkan kematian anaknya ke polisi.

“Harusnya hari itu Dante tenggelam, langsung lihat CCTV menit itu dan harusnya laporkan ke polisi, ini si betina malah kelihatan melindungi si cowoknya itu. Stres bukan?” tulis akun @aniscolin27.

Artikel ini memuat konten yang disediakan Twitter. Kami meminta

Adapun akun @dwitasaridwita yang menjadikan kasus Tamara sebagai contoh agar ibu tunggal dengan anak harus lebih teliti mencari pasangan.

Usai polisi menetapkan Yudha sebagai tersangka, Tamara Tyasmara mendatangi Polda Metro Jaya pada Jumat (09/02).

Dia mengaku bersyukur karena pelaku yang diduga membunuh anaknya telah ditangkap.

Sembari menangis, dia membantah semua tuduhan warganet yang menyebutnya tak berbuat apa-apa atas kematian sang anak.

“Dari kemarin tuh kita diam aja, bukan berarti aku enggak ngapa-ngapain. Semua orang bilang aku diam, tapi pengacara tahu kalau aku enggak diam…,” ucapnya di hadapan wartawan.

“Kalau aku diam, ngapain hari Kamis aku datang ke sini [Polda Metro Jaya]? Tadi aku sudah lihat CCTVnya dari awal, ya enggak mungkin lah aku tega buat diam aja. Anak aku tuh meninggal loh, bukan koma… jadi enggak mungkin seorang ibu diam aja.”

“Jadi mohon pengertiannya semua, bukan berarti aku nutup-nutupin. Tapi aku mau proses ini berjalan lancar tanpa aku harus cuap-cuap di manapun.”

Tamara juga mengatakan hubungannya dengan Yudha sudah putus sejak kasus kematian Dante.

Ia mengaku sudah tidak lagi berkomunikasi dengan pelaku sejak peristiwa iti terjadi.

“Sudah tidak kontakan sejak kejadian itu. Aku lihat dia kayak lihat anak aku lah jadinya.”

Mengapa kebencian pada perempuan atau janda begitu kuat?

Aktivis perempuan yang juga aktif di Lembaga Partisipasi Perempuan, Adriana Venny, mengatakan dalam masyarakat yang masih berpandangan stereotip gender, perempuan akan menjadi pihak yang sering dirugikan.

Jika terjadi perceraian, katanya, maka perempuan yang disalahkan.

Ataupun jika anaknya bermasalah, si perempuan pula yang cenderung disalahkan.

Tamara Tyasmara dan kuasa hukumnya, Sandy Arifin di Polda Metro Jaya.

Tamara Tyasmara dan kuasa hukumnya, Sandy Arifin di Polda Metro Jaya.

Masyarakat, menurut Adriana, harus mengubah cara pandang keliru seperti itu sehingga perempuan bisa memiliki kesehatan mental yang baik.

“Demikian juga dengan status janda, perempuan lebih rentan dipojokkan. Padahal faktanya bisa jadi berbeda. Logika saja, mana ada ibu yang tidak sedih ditinggal mati anaknya?” tutur Adriana kepada BBC News Indonesia.

“Jadi penilaian seperti itu sangat kejam. Warganet Indonesia diharapkan mendukung perempuan korban, bukan justru membuat masalah semakin blunder.”

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, juga pernah menjelaskan bahwa sindiran, cibiran, bahkan ejekan yang diterima oleh perempuan berstatus janda disebabkan oleh konstruksi gender yang selalu menempatkan perempuan sebagai “tolok ukur dari penilaian sebuah moralitas”.

Hal itu mewujud dalam bentuk ekspektasi di masyarakat bahwa perempuan harus memelihara kesetiaan lebih tinggi.

Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri, juga menilai tuduhan publik yang menyebut ibu korban ikut bersalah karena dianggap lalai menjaga anak, terlalu dipaksakan.

Menurut dia, justru karena tersangka memiliki hubungan asmara dengan ibu korban maka polisi mesti mendalami motif pelaku ketika menjalin relasi itu.

Apakah dilatari cinta atau ada alasan lain yang coba untuk dicapai atau direalisasikan oleh pelaku, jelas Reza.

“Kita tidak bisa menutup-nutupi bahwa sesungguhnya pihak yang menjadi target pelaku ini siapa? Apakah semata-mata terhenti pada si anak atau kah https://gondrongjabrik.com/memiliki tujuan kejahatan lainnya yang akan dia peroleh dari tewasnya anak tersebut…”

“Itu yang harus juga didalami oleh polisi.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*